Tuesday, December 23, 2008

Cukup Satu Tetes

Ia merasa dunia menertawai, mencerca, dan menjauhi dirinya yang duduk diam di bangku taman kota. Suara desiran angin yang berhembus ditelinganya tak terhiraukan olehnya, terlebih suara angsa yang sedang asyik masyuk bercanda di kolam. Sang anak hanya mematung di atas bangku besi sambil memeluk lututnya, sepertinya ia kedinginan setelah seharian berada di sana tanpa ada kain hangat melilit dileher dan telinganya. Badannya terlalu kurus untuk menahan angin di musim dingin, hingga...sayup-sayup terdengar suara gemerutuk, seperti burung sedang menata sarang, suara itu suara sang anak yang sedang menggigil mencari kehangatan yang entah dia pun tak tau mengapa tiba-tiba taman menjadi sangat dingin tidak seperti kemarin saat ia bermain pasir bersama temannya. Keanehan itu semakin ia cari jawabannya manakala ia menyadari tak ada satu orang pun yang menyapanya atau sekedar menolehkan pandangan ke arahnya. Ada apa ini ? Ia bertanya kepada Tuhan, kepalanya menghadap ke langit, dan secepat tarikan nafasnya ia pun diberi jawaban oleh Penguasa Alam Semesta. Melalui organ memori, ia hadapi semua kenyataan dengan satu tetesan air mata. Ia baru tersadar ia tidak sedang berada di taman. Ia baru terdasar ia tidak sedang duduk di depan kolam penuh angsa.Dan yang menjadi kebahagiaan terbesarnya adalah ia tidak sedang dikucilkan dunia. Ia sangat senang kaena dunia tidaklah mencercanya, melainkan dirinya yang sudah cukup senang berada di dunia, meski hanya untuk 7 tahun......Cukup dengan satu tetes air mata, ia merasa sangat bahagia, dan tak ada lagi rasa takut, ia pun berani menghadapi apa yang memang menjadi kenyataannya. Bahwa dingin yang ia rasakan adalah dinginnya sepi, betapa tak ada kehangatan di taman pekuburan itu........


Terbangun dan Tergerak


Cuaca mendung di hari Selasa, saya ingin mencari kesenangan diri yang berasal dari suatu benda, saya melihat ada sebuah buku bersampulkan seekor anjing. Tipikal anjing yang sudah pasti bukan kesukaan saya, tidak gemuk dan tidak lebat bulunya. Untuk jadi boneka puppies pun, mmmh...saya pasti akan melewatkan jenis anjing satu ini. Pudel akan lebih lucu. Namun, dari apa yang tertera di sampul dan di belakang buku itu, saya tahu saya akan membacanya hari ini dan seterusnya. Buku itu adalah terjemahan dari "Marley and Me" karya dari John Grogan, lebih tepatnya kisah cinta dan hidup sang penulis bersama anjingnya yang bernama Marley. Baru membaca 20 halaman bukunya, saya jadi ingin sekali punya hewan peliharaan anjing seperti Marley di rumah. Dari jenis Labrador retriever tidak masalah sama sekali... Sayangnya yang jadi masalah, sampai kapan pun mungkin saya tidak akan pernah kesampaian punya hewan peliharaan seekor anjing.T.T

Dualisme Diri


Siang tadi saya merasa seakan-akan bisa menggapai apa yang ada di langit-langit kamar, sekaligus bisa merasakan dinginnya lantai kamar. Padahal, saat itu saya terlentang di atas kasur. Saya merasakan sesak sekaligus kebebasan dari dalam diri ini, kenapa demikian ? Salah satu buah dari telepon semalam... Mengapa sekiranya manusia terlalu egois untuk kebahagiaan mereka sendiri, saya pun tak dapat menjawabnya. Karena semalam saya pun berlaku egois, saya menyanjung opini saya sedemikian hebat sehebat pembenarannya atas opini-opininya....Kenapa manusia begitu pemikir, mereka membayangkan kondisi persaingan dua hati dan dua pikiran itu akan menjumpai titik temu dan berlanjut tanpa adu urat kembali, namun siapa yang berani menjanjikan itu terjadi ???

Saya bingung, mengapa jadi sulit sekali tampaknya persoalan ini. Padahal tidak ada angka, tidak ada rumus, dan ya tidak ada teori yang harus dimainkan di sini...Layaknya ibu menyuruh seorang anak yang sedang asyik main game untuk beli gula di warung !!! Sulit, walaupun gula itu juga untuk membuat kue bolu kesukaan anaknya.....Ketulusan hati apakah harus melihat siapakah orang yang ada di depan kita ?

Saya lalu membenamkan diri dalam buku-buku yang selama ini terlantar belum sempat dibaca dan bagusnya tindakan ini telah menjadi the best therapy of my mind, selama sehari ini paling tidak saya bisa melupakan kritik-kritik yang saya yakin itu akan membuat perasaan ini sedih membayangkannya. Karena saya tidak mau menangis untuk perasaan yang carut marut ini.