Thursday, March 3, 2011

Airmata 2010

Jumat, 10 Desember 2010

Teras rumah,
Suara mesin motor dan mobil mulai berisik, awan cerah menjadi mendung yang menurunkan gerimis, penjaja lauk keliling, Mbak Endang, yang sedari tadi ditunggu tak datang-datang. Ibunda yang duduk dibangku sebelah telah kembali ke depan layar TV. Saya kini sendiri di teras ini, tepat berhadapan dengan Si Merah dan motor kantor tanpa nama (malas menamakannya). Hari ini tidak masuk kerja, karena alarm pikiran saya berbunyi minta 'istirahat'. Istirahat untuk melupakan hal-hal dan orang-orang yang tidak penting tuk dipikirkan. 

Memandangi sekitar, tak terasa hampir 1 tahun rupanya saya tidak menulis blog. Begitu banyak momen yang seharusnya bisa dibagi dalam tulisan, entah lupa atau tidak ingin menitikkan air mata, rasanya pikiran dan jemari tidak berhasarat log in ke web ini. Begitu kuatnya peristiwa yang terjadi dalam setahun ini, hingga sekarang kadang masih membuatku terbangun di malam hari hanya karena ingatan dan mimpi menjadi satu menampakkan foto-foto sedih dalam hidup saya.

Papah berpulang ke Rahmatullah pada Senin, 15 Februari 2010. Saya ingat betul detik-detik sebelum azan Ashar berkumandang di RSPAD Gatot Subroto. Speaker memanggil-manggil kerabat Mustafa Suryanto. Nasi bungkus yang sudah dimakan seolah hambar. Gemetar kaki ini saat berjalan menuju ranjang Papah, melintasi 3 kamar berisi pasien-pasien kronis yang entah sudah berapa lama mereka d'ililit' mesin-mesin kedokteran. Tidak ada yang saya pikirkan selain berharap kesembuhan untuk salah seorang pasien dikamar terujung, Papah. Pikiranku, beliau tidak seperti mereka, beliau tidak pernah sakit, beliau selalu gagah dengan posturnya yang tinggi besar, Ya Allah kenapa Kau buat Papah tak berdaya seperti itu dengan sangat cepat....

Pagi itu langit cerah tidak seperti hari-hari sebelumnya. Suara tape menggemakan lagu senam pagi, beberapa kalangan dokter, perawat, dan staff RS meregangkan badan di lapangan. Saya melihat pemandangan itu dari balik jendela Ruang Tunggu Pasien ICU, mata juga tertuju pada gazebo di taman RS tampak menyenangkan dilihat pagi hari. Seperti oase di padang pasir. Doa kami untuk Papah yang terbaring di dalam ICU hanya bisa terus diucapkan dan dibatinkan, andai beliau sudah bisa pindah ke ruang inap biasa, saya ingin sekali duduk-duduk di gazebo taman.

Namun, pemilik alam semesta berkehendak lain. Sore, terdengar suara speaker dari dalam ruang ICU. Panggilan ditujukan untuk keluarga Mustafa Suryanto. Ya, itu panggilan untuk Mamah atau saya, Mbak Nindhit masih mengambil obat di apotek dan Mbak Etha baru saja ke musholah. Saya dan Mamah memasuki ruang ICU dengan perasaan yang was-was, karena resep terakhir sudah diserahkan ke apotek. Lalu untuk apa kami dipanggil kembali ? Ternyata itu waktunya, Ya Allah... perawat meminta kami untuk melantunkan surat-surat pendek, saat itu saya yakin Mamah pasti sudah mengerti ada apa dengan kondisi Papah. Dengan menahan air mata dan suara yang mulai meringis, saya memaksa membisikkan ayat demi ayat. Tak ada satu reaksi pun yang muncul dari tubuh atau wajah Papah. Saya paham saat itulah momen orang banyak mengatakan malaikat maut sudah berada di sekitar. Alat pacu jantung lebih dari 3 kali di cobakan ke dada Papah, Saya paham saat itu beliau mungkin sudah merasakan alam yang lain. Namun, tetap teriring doa dari saya dan Mamah. Seketika itu dokter mengajak kami untuk menjauh, Mamah menangis dengan berucap "Papah sudah meninggal..." menegaskan kembali kepada saya yang terdiam di sebelah monitor denyut jantung.

Hari itu di tahun 2010,  Mamah, Mbak Etha, Mbak Nindhit, dan saya untuk pertama kalinya merasakan duka yang sangat dalam dalam dan dalam, baru kali ini merasakan kehilangan yang teramat menyayat hati. Kehilangan sosok ayah yang sangat berjiwa kebapakan, penuh dengan wawasan, sosok yang perhatian dengan keluarga, yang selalu menomorsatukan persaudaraan dan silaturahim, yang selalu ramah dan jujur kepada siapa pun. Jika ada yang mengatakan jangan berduka sepanjang hari, saya pun ingin jika mampu. Namun, Allah SWT menganugerahkan perasaan kepada tiap hamba-Nya, tentu saya yakin berduka ada waktunya dan suka juga ada waktunya. Dan ini adalah momen kedukaan saya yang teramat dalam selama hidup saya. Terima kasih Ya Allah, Engkau berikan Papah dengan segala kelebihan dan kekurangannya ke dalam hidup kami berempat.











No comments: